Selasa, 23 Agustus 2011

THR (TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN) BAGI PEKERJA DI PERUSAHAAN - PER-04/MEN/1994

Menanggapi pertanyaan yang saya terima di email mengenai Teori Perhitungan THR,

"Comment:
Mas Saya setuju banget dengan jalan pikir mas thr hak karyawan, tapi yang saya bingung dengan rumus mas adalah ngitung jumlah harinya yang dihitung itu 1minggu=7hari kalender tapi kan hari minggu enggak kerja dan kalo ditambah hari libur agama dan libur nasional totalnya pada 2011 adalah 77hari libur belum ditambah cuti (tidak kerja)kalau dijadikan bulan 2 bulan lebih jadi kalo dikalikan hari kerjanya 10 bulan nah gaji yang diterima dalam 1 tahun adalah 13 bulan."



Membaca komentar seperti ini membuat saya berpikir lebih mendalam mengenai sejarah yang sebenarnya.

Tapi secara Realita saya juga sempat berpikir bahwa tidak semua orang atau karyawan mendapatkan liburan pada hari minggu bahkan di hari hari besar pun masih tetap bekerja. Kenapa saya berkata demikian? hahaha...jujur saya juga pernah mengalaminya, ,,,

kenyataan ini akan banyak kita temui di perusahaan perusahaan yang bergerak dibidang Jasa. mereka menganggap hari libur (minggu) atau hari hari besar adalah hari yang menjanjikan omset penjualan/ penghasilan yang lebih besar, mungkin 2 atau 3 kali lipat dari hari hari biasa.

Bagaimana nantinya nasib kesejahteraan karyawan apabila THR ditiadakan ya?....wah...bini dirumah bakalan ngamuk .....

Oh ya....untuk pelengkap atau sebagai landasan perhitungan pembagian THR bisa kita tarik kesimpulan dari Peranturan Mentri Tenaga Kerja RI

untuk lebih lengkapnya silahkan baca yah...

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA


PERATURAN  MENTERI TENGA KERJA R.I

NO.PER-04/MEN/1994

TENTANG

TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN BAGI PEKERJA DI PERUSAHAAN

MENTERI TENAGA KERJA R.I.

Menimbang:

a.       bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat pemeluk agama yang setiap tahunnya merayakan, hari raya keagamaan sesuai dengan agamanya masing-masing;

b.       bahwa bagi pekerja untuk merayakan hari tersebut memerlukan biaya tambahan;

c.       bahwa untuk merayakan hari Raya tersebut sudah sewajarnya pengusaha memberikan Tunjangan Hari RayaKeagamaan ;

d.       bahwa untuk menciptakan ketenangan usaha, meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keseragaman mengenai pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Mengingat:

Undang-Undang No.3 tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara tahun-1951 Nomor 4).
Undang-Undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja(Lembaran Negara tahun 1969 No.55, Tambahan Lembaran Negara No.2912).
Keputusan Presiden RI No, 96/M tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet pembangunan VI.

M E M U T U S K A N:

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN BAGI PEKERJA DI PERUSAHAAN.

Pasal 1

Dalam Peraturun Menteri ini yang dimaksud dengan:

a.       Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menpekerjakan pekerja dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak baik milik swasta maupun milik Pemerintah

b.      Pengusaha adalah :

Orang, Persekutuan atau Badan Hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri
Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, yang berkedudukan di luar Indonesia.

c.       Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja pada Pengusaha dengan menerima upah.

d.      Tunjangan Hari Raya Keegamaan yang selanjutnya disebut THR, adalahpendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain.

e.       Hari Raya Keagamaan adalah Hari Raya idul Fitri bagi pekerja yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi pekerja yang beragama Kristen Katholik dan Protestan, Hari Raya Nyepi bagi pekerja yang beragama Hindu dan Hari Raya Waisak bagi pekerja yang beragama Budha.

Pasal 2

1.      Pengusaha wajib memberikan T H R kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih.

2.      T H R sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberikan satu kali dalam satu tahun.

Pasal 3

1.      Besarnya THR sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 ditetapkan  sebagai berikut:

a.       pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih sebesar 1(satu) bulan upah.

b.      Pekerja yang mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerja yakni dengan perhitungan masa kerja/12 x 1(satu) bulan upah .

2.      Upah satu bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah upah pokok di tambah tunjangan-tunjangan tetap.

3.      Dalam hal penetapan besarnya nilai THR menurut Kesepakatan Kerja (KK), atau Peraturan Perusahaan (PP) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka THR yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan Kesepakatan Kerja, Peraturan Perusahaan, Kesepakatan Kerja Bersama atau kebiasaan yang telah dilakukan.

Pasal 4

1        Pemberian THR sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (2) disesuaikan dengan Hari Raya Keagamaan, masing-masing pekerja kecuali kesepakatan pengusaha dan pekerja menentukan lain.

2        Pembayaran THR sebagairnana dimaksud dalam ayat (1) wajib dibayarkan oleh pengusaha selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum Hari, Raya Keagamaan.

Pasal 5

1.      Dengan persetujuan pekerja, THR sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 sebagian dapat diberikan dalam bentuk lain kecuali minuman keras, obat-obatan atau  bahan obat-obatan, dengan ketentuan niainya tidak boleh melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari nilai THR yang seharusnya diterima.

2.      Bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan bersamaan dengan pembayaran THR.

Pasal 6

1.      Pekerja yang putus hubungan kerjanya terhitung sejak waktu 30(tiga puluh) hari sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaanberhak alas THR.

2.      Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tidak berlaku bag pekerja daIam hubungan kerja untuk waktu tertentu yang hubungan kerjanya berakhir sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan.

3.      Dalam hal pekerja dipindahkan ke perusahaan lain dengan masakerja berlanjut, maka pekerja berhak atas THR pada perusahaan yang baru, apabila dari perusahaan yang lama, pekerja yangbersangkutan belum mendapatkan THR.

Pasal 7

1.      Pengusaha yang karena kondisi perusahaannya tidak mampu membayar THR dapat mengajukan permohonan penyimpangan mengenai besarnya jumlah THR kepada Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenaga kerjaan.

2.      Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diajukan paling lambat 2 bulan sebelum Hari Raya Keagamaan yang terdekat.

3.      Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan menetapkan besarnya jumlah THR, setelah mempertimbangkan hasil pemeriksaan keuangan perusahaan.

Pasal 8

1.      Bagi pengusaha yang melanggar ketentuan pasal 2 ayat (1)- dan pasal 4 ayat (2), diancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan pasal 17 Undang-Undang No.14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.

2.      Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.

Pasal 9

1        Pengawasan untuk ditaatinya peraturan ini dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan,

2        Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepada Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang diberi wewenang  khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum acara Pidana (Lembaran Negara tahun 1981 Nomor 76, Tnmbahan lemmbaran Negara Nomor3209) untuk melakukan penyidikan tindak pidana pelanggaran dalam peraturan ini.

Pasal 10

Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.16 tahun 1968 tentang Tunjangan Hari Raya bagi Buruh Perusahaan Swasta dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 11

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta: 16 September 1994

Menteri Tenaga Kerja R. I.

Drs. Abdul Latief

Semoga postingan saya kali ini bisa bermanfaat bagi kita semua, dan semoga perusahaan tempat dimana kita bekerja juga mengerti akan Hak Hak kita...Okeh...

0 comments:

Posting Komentar